a. Hakikat Berbicara
Pada hakikatnya keterampilan berbicara adalah
keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan
(Tarigan 1981:15). Keterampilan berbicara sangat penting dimiliki seseorang
agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur dalam
berkomunikasi. Bentuk komunikasi lisan ini paling banyak digunakan orang dalam
kehidupan sehari-hari, karena bentuk komunikasi verbal dianggap paling
sempurna, efisien dan efektif (Yuniawan 2002:1). Dengan keterampilan
berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi dengan
lingkungan tempat kita berada (Syafi’ie 2003:33).
b. Tujuan Berbicara
Berkaitan dengan standar kompetensi mata pelajaran
bahasa Indonesia, pada keterampilan berbicara bertujuan agar siswa mampu
mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan (Depdiknas
2004:5). Sementara itu, tujuan utama dari berbicara adalah berkomunikasi. Agar
dapat menyampaikan pikiran secara efektif maka seyogyalah sang pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu
mengevaluasi efek komunikasikanya terhadap (para) pendengarnya; dan dia harus
mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik
secara umum maupun perorangan (Tarigan 1991:15).
c. Jenis-jenis Berbicara
Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini dianggap perlu bagi manusia
dan perlu dipelajari. Pada kurikulum pengajaran bahasa di sekolah, yakni
penekanan dan penggalakan kegiatan berbicara yang bersifat informal. Kegiatan
berbicara informal menurut Logan dalam Tarigan (1997: 48) antara lain tukar
pengalaman, percakapan, menyampaikan berita, menyampaikan pengalaman,
bertelepon, memberi petunjuk. Disamping kegiatan berbicara informal, kita temui
pula kegiatan berbicara yang bersifat formal meliputi ceramah, perencanaan dan
penilaian, interview, prosedur parlementer, berita. Sejalan dengan pendapat
tersebut di atas berdasarkan tujuan pembicaraannya, Tarigan (1997: 49)
mengklasifikasikan berbicara menjadi lima jenis yaitu; berbicara menghibur,
berbicara menginformasikan, berbicara menstimulusi, berbicara meyakinkan,
berbicara menggerakkan.
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai,
rileks, dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Namun tidak berarti bahwa
berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan. Berbicara menginformasikan
bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian,
baik pembicara maupun pendengar. Berbicara menstimulusasi juga berusaha serius,
kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya.
Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan,
atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Berbicara meyakinkan adalah
pembicara berusaha menggugah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi
setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dari tidak membantu menjadi
membantu. Berbicara menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan
semangat, pembicara dalam berbicara menggerakkan haruslah orang yang berwibawa,
tokoh idola, atau panutan masyarakat.
d. Keefektifan Berbicara
Seorang pembicara yang baik harus mampu memberikan
kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik
akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang
pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan
tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seseorang untuk dapat
menjadi pembicara yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor kebahasaan
dan faktor nonkebahasaan (Arsjad dan Mukti 1988:17).
1)
Faktor
Kebahasaan
Faktor kebahasaan meliputi: (a) Ketepatan Ucapan,
seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara
tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan
perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektivan berbicara. Pengucapan
bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan,
kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan
perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau
menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik
perhatian, mengganggu komunikasi atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh; (b)
Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai, kesesuaian tekanan,
nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan
kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan
kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaiannya
datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan
tentu berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang sesuai
akan mengakibatkan kejanggalan. Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian
pendengar akan beralih pada cara berbicara pembicara, sehingga pokok
pembicaraan atau pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya,
keefektifan komunikasi akan terganggu; (c) Pilihan Kata (Diksi), pilihan kata
hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh
pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih
paham kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal pendengar. Dalam setiap
pembicaraan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada
kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing.
Kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan rasa ingin tahu, namun akan
menghambat kelancaran komunikasi. Hendaknya pembicara menyadari siapa
pendengarnya, apa pokok pembicaraannya, dan menyesuaikan pilihan katanya dengan
pokok pembicaraan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang
mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang
dikuasainya; (d) Ketepatan Sasaran Pembicaraan, hal ini menyangkut pemakaian
kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar
menangkap pembicaraannya Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat
efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh,
meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. Kalimat yang efektif mempunyai
ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan, perhatian, dan kehematan. Ciri
keutuhan akan terlihat jika setiap kata betul-betul merupakan bagian yang padu
dari sebuah kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek atau
adanya kerancuan.
Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas. Pemusatan perhatian pada bagian yang terpenting dalam kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan waktu berbicara. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir.
Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas. Pemusatan perhatian pada bagian yang terpenting dalam kalimat dapat dicapai dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat, sehingga bagian ini mendapat tekanan waktu berbicara. Selain itu, kalimat efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata, sehingga tidak ada kata-kata yang mubazir.
2) Faktor Non kebahasaan
Faktor Non kebahasaan meliputi: (a) Sikap yang
Wajar, Tenang dan Tidak Kaku, pembicaraan yang tidak tenang, lesu dan kaku
tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang
wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas
dirinya. Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan
materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan.
Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa, lama-kelamaan rasa
gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar; (b) Pandangan Harus
Diarahkan Kepada Lawan Bicara, pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada
semua pendengar. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan
pendengar merasa kurang diperhatikan. Banyak pembicara ketika berbicara tidak
memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk.
Akibatnya, perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar
merasa terlibat dan diperhatikan; (c) Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat,
gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektivan berbicara.
Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu degan gerak
tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.
Tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan menggangu keefektivan berbicara.
Mungkin perhatian pendengar akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang
berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami; (d) Kenyaringan Suara, tingkat
kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan
akustik. Yang perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Kita atur kenyaringan
suara kita supaya dapat didengar oleh pendengar dengan jelas; (e) Kelancaran,
seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi
pembicaraannya. Seringkali pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara
bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu
penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya.
Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan
pendengar menangkap pokok pembicaraannya; (f) Penguasaan Topik, pembicaraan
formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang
dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan
keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan
merupakan faktor utama dalam berbicara.
http://guraru.org/news/2012/09/16/1478/pembelajaran_keterampilan_berbicara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar