Aceh
kembali menjadi sorotan, setelah dulu identik dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
yang menuntut Aceh Merdeka dan berjuang untuk mendirikan negara Islam sendiri.
Kini, walaupun GAM sudah menyatakan bergabung dalam NKRI, namun Pemerintahan
Aceh yang kental menganut syariat Islam kembali menyulut polemik. Setelah
hukuman cambuk sukses diterapkan, kemudian larangan bercelana ketat bagi
perempuan, satu lagi yang sedang hangat dibicarakan yaitu soal aturan tidak
boleh membonceng ngangkang bagi kaum perempuan.
Kontroversi
rencana Peratuan Daerah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) mengenai aturan
membonceng ngangkang ini tidak hanya hangat diperbincangkan di dalam negeri
saja. Meskipun aturannya bisa dibilang cuma sepele, namun mampu menjadi
pemberitaan internasional. Kantor berita sekelas BBC dan media luar negeri pun
juga ikut membahas masalah ini. Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya mengatakan
aturan larangan membonceng ngangkang untuk menghormati budaya masyarakat Aceh.
Tidak hanya duduk ngangkang saja yang dilarang, tapi juga larangan menggunakan
celana panjang saat duduk membonceng di motor.
Desain
tempat duduk sepeda motor memang dari dulu berbentuk memanjang. Tentu banyak
masyarakat tidak setuju khususnya kaum perempuan jika aturan larangan
membonceng ngangkang ini harus diberlakukan. Idealnya saat membonceng memang
harus dalam posisi ngangkang. Karena posisi tersebut memungkinkan terjadinya
keseimbangan selama berkendara daripada posisi duduk menyamping. Dengan posisi
duduk menyamping, akan membuat tidak nyaman penumpang maupun pengendara motor
sendiri. Selain itu juga membahayakan dari segi keselamatan. Apabila berbelok
bobot motor juga menjadi agak berat sebelah dan bisa memicu kecelakaan lalu
lintas. Memakai rok idealnya memang duduk menyamping, tapi jika memakai celana
panjang lebih aman jika posisi duduknya ngangkang.
Pada
hari Senin 7 Januari 2012, Perda Larangan Mengangkang sudah resmi diberlakukan
dan surat edarannya ditempel di seluruh sudut kota Lhokseumawe. Surat edaran
tersebut ditandatangani oleh Walikota Lhokseumawe, Ketua Majelis
Permusyawaratan Ulama Lhokseumawe dan Ketua Majelis Adat Aceh.
Isi
Surat Edarannya adalah sebagai berikut:
Perempuan
yang membonceng sepeda motor baik yang dibonceng oleh laki-laki muhrim (suami
istri) maupun yang bukan muhrimnya, dilarang duduk mengangkang, kecuali
kondisinya memang darurat. Kemudian poin yang lain juga menyebutkan dilarang
berpegangan tangan, berpelukan, berbusana ketat dan berperilaku yang melanggar
syariat Islam selama berkendara.
Pemerintah
Aceh menganggap posisi duduk ngangkang bagi kaum perempuan di Aceh dianggap
tidak sopan dan kurang bermoral. Serta berakibat bisa menumbuhkan pikiran
negatif bagi kaum pria terhadap kaum perempuan. Namun jika pendapatnya
demikian, tentu timbul satu pertanyaan, kenapa harus perempuan yang membonceng
sambil ngangkang yang disalahkan dan dijadikan kambing hitam, bukankah
tergantung juga dari pikiran negatif para lelaki yang melihatnya, apakah
biasa-biasa saja ataukah bernafsu melihat hal tersebut.
http://mjeducation.co/kontroversi-duduk-ngangkang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar